UU No 20 Tahun 2003 pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (Himpunan Perundang-Undangan Republik Indonesia tentang Badan Pendidikan Nasional, 2005: 5).
Berangkat dari UU di atas sejatinya pendidikan adalah proses pembebasan atas kebodohan agar tercipta individu-individu yang merdeka, matang, bertanggung jawab dan peka terhadap realitas sosial sehingga tercipta tatanan masyarakat yang teratur dan saling toleran antar sesama.
Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, dalam tatanan mikro pendidikan harus mampu menghasilkan SDM yang mampu berpikir global (Think globally) dan mampu bertindak lokal (Act locally) serta dilandasi oleh akhlak yang mulia (Mulyasa, 2008: 4).
Oleh karena itu dalam mempersiapkan SDM pemerintah melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan banyak agenda reformasi yang telah, sedang dan akan dilaksanakan beragam program inovatif ikut serta memeriahkan reformasi pendidikan. Reformasi pendidikan tidak cukup hanya dengan perubahan dalam sektor kurikulum baik struktur maupun prosedur perumusannya. Pembaharuan kurikulum akan lebih bermakna bila diikuti oleh perubahan praktik pembelajaran di dalam maupun diluar kelas, indikator pembaruan kurikulum ditunjukkan dengan adanya perubahan pada kegiatan pembelajaran, pemilihan media pendidikan dan penentuan pola penilaian yang menentukan hasil pendidikan (Majid, 2009:3).
Pendidikan juga tidak bisa hanya terfokus pada kebutuhan material jangka pendek (seperti yang banyak dipraktekkan sekarang) tetapi harus menyentuh dasar untuk memberikan watak pada visi dan misi pendidikan yaitu perhatian mendalam pada etika moral dan spiritual yang luhur. Dalam hal ini kualitas pendidikan dipengaruhi oleh penyempurnaan sistemik terhadap seluruh komponen pendidikan. Seperti peningkatan kualitas guru, kurikulum yang disempurnakan, sumber belajar, sarana dan prasarana yang memadai, iklim pembelajaran yang kondusif, serta didukung oleh kebijakan (Political will) pemerintah (Mulyasa, 2008:5).
Namun dewasa ini kondisi pelajar menggambarkan kepenatan otak dalam menerima materi pelajaran, kebekuan jiwa, kekeringan hati dan mental pelajar tidak tergarap dengan baik. Hal ini sebagai akibat samping dari pengajar yang telah menyimpang dari tujuan utama pembelajaran, pengajar hanya berupaya keras menyelesaikan standar mutu pelajaran dan tuntutan administrasi semata tanpa memperhatikan tingkat pemahaman peserta didik (Widyatmoko, 02 oktober 2009. blog:http://www.pewarta_kabarIndonesia,blogspot.com/).
Fenomena ini dibuktikan dengan rendahnya daya saing sebagai indikator bahwa pendidikan belum mampu menghasilkan sumber daya manusia berkualitas. Human Development Index (HDI) yang dikeluarkan oleh UNDP melaporkan bahwa Indonesia berada pada rangking 108 Tahun 1998, rangking 109 Tahun 1999 dan rangking 111 tahun 2004 dari 179 negara yang diteliti (Mulyasa, 2008:3).
Oleh karena itu upaya meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar para siswa perlu diwujudkan agar diperoleh kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang dapat menunjang pembangunan nasional. Upaya tersebut menjadi tugas dan tanggung jawab semua tenaga kependidikan terutama guru mempunyai peranan yang sangat menentukan sebab gurulah yang bersentuhan langsung dalam membina para siswa di sekolah melalui proses belajar mengajar.
Guru kreatif, professional dan menyenangkan harus memiliki beberapa konsep dan cara untuk mendongkrak kualitas pembelajaran. Permasalahan yang seringkali dialami kebanyakan peserta didik adalah kurang bernafsu untuk belajar. Untuk kepentingan tersebut guru dituntut untuk membangkitkan nafsu belajar peserta didik, pembangkitan nafsu atau selera belajar ini sering juga disebut motivasi belajar (Mulyasa, 2007: 174).
Motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, karena peserta didik akan belajar dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi, oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran (Mulyasa, 2007: 174).
Dalam proses pembelajaran motivasi belajar siswa dapat dianalogikan sebagai bahan bakar yang dapat menggerakkan mesin. Motivasi yang baik dan memadai dapat mendorong siswa menjadi lebih aktif dalam belajar (Iskandar, 2009: 182).
Motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering kali terjadi siswa yang kurang berpartisipasi bukan disebabkan oleh kemampuan yang kurang, akan tetapi dikarenakan tidak adanya motivasi untuk belajar sehingga ia tidak berusaha untuk mengerahkan segala kemampuannya (Sanjaya, 2008: 249).
Dewasa ini dikalangan tenaga pendidikan, banyak membicarakan terjadinya krisis motivasi belajar, lebih-lebih di sekolah menengah, gejala tersebut ditunjukkan dengan kenyataan berkurangnya perhatian siswa pada waktu pelajaran, kelalaian dalam mengerjakan pekerjaan rumah, belajar kebut semalam, dan pandangan asal lulus cukup (Tadjab, 1994: 106). Di sinilah tugas guru untuk membangkitkan motivasi belajar peserta didiknya salah satunya dengan memperbaiki suasana kelas.
Musik mempunyai pengaruh yang besar pada guru maupun pelajar, guru dapat menggunakan musik untuk menata suasana hati, mengubah keadaan mental siswa dan mendukung lingkungan belajar, musik membantu pelajar bekerja lebih baik dan mengingat lebih banyak, musik merangsang dan memperkuat belajar disamping itu kebanyakan siswa memang mencintai musik (De Perter, 2003: 73).
Proses belajar memerlukan kondisi fisik, mental dan emosional yang mendukung Information-intake (Memasukkan informasi ke dalam otak). Kondisi optimal untuk information-intake adalah saat seseorang berada dalam kondisi alfa. Terdapat beberapa cara untuk bisa masuk kedalam kondisi alfa ini, di antaranya adalah dengan teknik rileksasi, meditasi, pernafasan, visualisasi, dan mendengarkan musik. Cara yang paling mudah adalah dengan menggunakan bantuan musik klasik (Gunawan, 2007: 178).
Pada saat pembelajaran, guru dapat memutar musik untuk menciptakan rileksasi dan kegairahan siswa. Musik menjadi pembangkit motivasi siswa. Mereka bergairah mengikuti kegiatan belajar dan melepas kategangan dalam menyelesaikan kegiatan. Penelitian-penelitian membuktikan bahwa musik memberikan banyak manfaat kepada siswa seperti merangsang pikiran, memperbaiki kosentrasi dan ingatan serta membangun kecerdasan emosional. Dan sampai saat ini dipercaya bahwa musik yang bisa memberi pengaruh positif dan mencerdaskan otak adalah musik klasik. Gallahue (Sri: 2005) mengatakan bahwa ritme, melodi dan harmoni dari musik klasik dapat memberikan stimulus untuk meningkatkan kemampuan belajar (Post by Putranti, 15:52 06 maret 2009).
Pengaruh Musik Klasik terhadap Motivasi Belajar Siswa
Powered by Blogger.
Blog Archive
-
▼
2010
(215)
-
▼
August
(24)
- Manfaat musik klasik
- Pengertian dan Sejarah Musik Klasik
- Pengaruh Musik Klasik terhadap Motivasi Belajar Siswa
- Tahapan Pembentukan Janin di dalam tubuh
- Kelompok yang Kontra pada Tafsir Ilmi (Saintifik)
- Proses Reproduksi Manusia
- Reproduksi manusia
- Tafsir Ilmi( Saintifik )
- Problematika Maudu'I(Tematik)
- Keistimewaan Tafsir Maudu'I(Tematik)
- Tafsir Maudu'I (Tematik)
- Jenis-jenis Prestasi Belajar
- Reliabilitas Instrumen
- Fungsi motivasi
- Laporan Hasil Belajar
- Tipe-tipe hasil belajar
- Pengertian Hasil Belajar
- Tipe-Tipe Kepemimpinan
- Tes Evaluasi
- Pengertian Instrumen Evaluasi
- Pandangan Islam Tentang Pendidikan Entrepreneur
- Teori-teori tentang motivasi
- Pengertian Motivasi dan Pengaruhnya dalam Kegiatan...
- Tinjauan Tentang Reward (Pemberian Hadiah)
-
▼
August
(24)
0 komentar:
Post a Comment