Argumentasi Rasional dan Irasional
Oleh: Abdurrahman Wahid
Seorang Don (pemimpin) Mafia baru saja diangkat, menggantikan abangnya yang menjadi Don lama yang meninggal dunia. Ia membawa sejumlah uang dan pergi kepada seorang Pastor Katholik di Boston. Don baru itu menyatakan kepada Sang Pastor: “Ini ada uang kontan satu juta dollar AS. Ini buat Anda, kalau dalam upacara penguburan abang saya nanti Anda katakan bahwa ia adalah Santo (orang suci).”
Sang Pastor menyanggupi permintaan Don baru itu. Dalam upacara penguburan tersebut ribuan pelayat datang untuk mengetahui argumentasi Sang Pastor. Sang Pastor pun menyatakan: “Hari ini kita menguburkan orang yang paling jahat di Amerika Serikat. Pembunuhan, perampokan, perkosaan, narkoba, penyelundupan dan segala macam kejahatan pernah ia lakukan. Tapi, kalau dibandingkan adiknya yang menjadi Don baru, ia adalah Santo.”
Cerita di atas menggambarkan bagaimana kuat, sekaligus rapuh, sebuah argumentasi kalau dilihat dari sudut rasionalitas. Sesuatu dapat saja mengandung argumentasi rasional maupun irasional sekaligus. Ini tergantung pada bagaimana kita memahami argumentasi itu sendiri. Inilah yang sebenarnya menjadi inti kritik Immanuel Kant terhadap apa yang disebutkan sebagai “pemurnian rasional”. Kant berpendapat, bahwa pembuktian rasional sebenarnya lemah, dan dapat saja berkembang menjadi argumetasi irasional.
Hal ini muncul dalam argumentasi kaum Sunny (ahlu sunnah wa al-jama’ah) tentang adanya Tuhan. Orang non Sunny dapat saja bertanya, al-Qur’an sebagai kalam Ilahi, dapatkah dianggap sebagai makhluk seperti halnya pandangan sekte-sekte lain di kalangan kaum muslimin? Tentu saja kaum Sunny ‘terpaksa’ membuat argumentasi rasional mereka.
Dalam kitab al-Ibanah, Imam As’yari dalam abad ke 5 Hijriyah menyatakan bahwa kitab suci al-Qur’an adalah kalam Ilahi. Ini berarti, ia adalah ungkapan Allah Maha Besar, yang membuat kitab suci tersebut, sebagai sesuatu yang abadi adalah sisipan kata Maha itu sendiri. Dengan demikian, tambahan kata Maha itu, merupakan argumentasi rasional bahwa al-Qur’an bukanlah makhluk.
Lagi-lagi, kita berurusan dengan pemakaian kategori yang tidak dapat dipahami secara rasio. Namun pemakaiannya dengan menambahkan kata Maha, menjadikannya sebagai kesimpulan rasional. Seperti halnya dengan kata mahasiswa, yang membedakannya dari siswa dan kategori-kategori lain. Sesuatu yang tidak rasional dijadikan rasional, dengan tambahan kata Maha tersebut. Ini sama saja seseorang membuat sendiri sebuah tulisan, dan kemudian menyatakannya sebagai tulisan terbaik.
Dalam perkembangan sejarah di negeri kita, sesuatu yang logis dinyatakan secara tidak logis telah terjadi berkali-kali, sebagaimana halnya dengan kata Islam. Yang tadinya berkonotasi logis, seperti istilah pendidikan Islam, hukum Islam (fiqh) dan negara Islam. Tetapi kemudian hal logis itu dijadikan sesuatu yang tidak logis. Yaitu ketika ia yang bersifat umum itu dijadikan bersifat khusus, alias milik satu golongan saja, seperti kata santri.
Semula dalam bahasa Pali, santri digunakan oleh kaum Buddha di negeri ini yang memiliki arti “mereka yang mengerti penafsiran kitab suci dan agama”. Namun, kini ia hanya dipakai untuk menunjuk kepada mereka yang mengerti isi dan maksud kitab suci kaum muslimin, al-Qur’an dan hukum-hukum Islam. Kita seolah-olah tidak dapat menggunakannya dalam konteks kaum non muslimin. Perkembangan sejarahlah yang membuatnya demikian.
Ketika kata pesantren dipakai oleh semua pihak, bukankah itu berarti penggunaan rasional? Dan di masa kini, ketika ia digunakan hanya untuk menunjuk kepada tempat kegiatan kaum muslimin saja, bukankah itu berarti sebuah perkembangan irasional. Pengakuan akan kenyataan itulah yang membuat kaum muslimin bersikap rasional atau irasional. Pengakuan bahwa seolah-olah pesantren hanyalah milik kaum muslimin saja yang menjadikannya argumentasi irasional.
Di sini kita sampai kepada sebuah kenyataan lain. Bahwa anggapan pesantren adalah ‘milik’ kaum muslimin saja. Sama dengan argumentasi irasional, ketika dinyatakan bahwa pondok pesantren harus menggunakan nama berbahasa Arab. Apa yang dahulu dikenal sebagai Pondok Pesantren Tebuireng, Rejoso (Peterongan) di Jombang, Tambak Beras dan Denanyar, sekarang rasanya bukan lembaga Islam kalau tidak menggunakan bahasa Arab.
Maka jadilah nama Pesantren Salafiyah Syafi’iyah di Tebuireng, Pesantren Darul Ulum di Rejoso, PP Bahrul Ulum di Tambak Beras dan PP Mambaul Ma’arif di Denayar, semuanya terletak di Kabupaten Jombang. Perubahan nama sebuah lembaga, yang dari yang berargumentasi rasional menjadi irasional, wajar saja dilakukan orang. Karena ini adalah kepelbagaian kaum muslimin yang berlaku di negeri ini. Kita harus bersikap jauh memandang ke depan, tidak membuatnya sebagai sesuatu yang ‘mati’. Bukankah ini menunjukkan ketinggian derajat pluralitas yang kita miliki? Bukankah justru pluralitas seperti ini, membuat kita secara kultural menjadi bangsa dan umat yang kaya, bukan?
Jakarta 28 September 2007
Pemikiran Gusdur: Argumentasi Rasional dan Irasional
Powered by Blogger.
Blog Archive
-
▼
2010
(215)
-
▼
February
(68)
- RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Meningkatka...
- RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Memahami ay...
- RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
- Standar Kompetensi Bahan Kajian Akidah Akhlaq
- Ruang Lingkup Pendidikan Aqidah Akhlaq
- Karakteristik Mata Pelajaran Aqidah dan Akhlaq
- Fungsi dan Tujuan Mata Pelajaran Akidah Akhlaq
- Pengertian Akidah Akhlaq
- Pendidikan Akidah Akhlaq di Madrasat Tsanawiyah (MTs)
- MAKALAH RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
- Surga dan Agama
- Pemikiran Gusdur: Sebuah Keputusan Dan Akibatnya
- Perbedaan dan Persamaan Budaya Kita
- Negara Hukum Ataukah Kekuasaan
- Lain Jaman, Lain Pendekatan
- Kyai Mutamakkin dan Perubahan Strategi NU Tahun la...
- Kekuasaan dan Hukum
- Pemikiran Gusdur: Kekerasan dan Budaya Islam
- Pemikiran Gusdur: Identitas Diri Di Masa Transisi
- Pemikiran Gusdur: Faham Kebangsaan NU
- Pemikiran Gusdur: Demokratisasi Hidup Bangsa
- Pemikiran Gusdur: Birokratisasi Gerakan Islam
- Pemikiran Gusdur: Bangsa Kita dan Pembiaran Kekerasan
- Pemikiran Gusdur: Argumentasi Rasional dan Irasional
- Pemikiran Gusdur: Antara NKRI dan Federalisme
- Pemikiran Gusdur: Ulil Dengan Liberalismenya (2)
- Pemikiran Gusdur: Semangat Kebangsaan Dan Pluralitas
- Pemikiran Gusdur: Politik Lawan Budaya dalam Islam
- Pemikiran Gusdur: NU, Nasionalisme, dan Politik
- Pemikiran Gusdur: Nasionalisme dan Politik Islam
- Pemikiran Gusdur: Lagi-lagi Pelanggaran Konstitusi
- Pemikiran Gusdur: Kepergian Setelah Mengabdi
- Pemikiran Gusdur: Kekuasaan dan Ekonomi Politik In...
- Pemikiran Gusdur: ‘Kebenaran’ dan Penolakan Atasnya
- Pemikiran Gusdur: Hakikat Kiai Kampung
- Pemikiran Gusdur: Faham Kebangsaan NU
- Pemikiran Gusdur: Cinta Konseptual dan Cinta Kongkret
- Pemikiran Gusdur: Benarkah Arafat Pemimpin Gerakan...
- Pemikiran Gusdur: Arti seorang Raja Tradisional
- Pemikiran Gusdur: Arab-Israel Perlu Bernegosiasi K...
- Pemikiran Gusdur: Akan Pecahkah NU?
- Tentang Pemikiran Marx Muda dan Marx Tua
- Peranan Kepemimpinan Kepala Sekolah
- Kompetensi Profesional
- Kriteria Profesional
- Syarat Guru Profesional
- Guru Profesional
- Pengertian Profesionalisme Guru
- Sifat-Sifat Kepemimpinan
- Tipe-Tipe Pemimpin
- Fungsi-Fungsi Kepemimpinan
- Mengenai Pengertian Kepemimpinan
- Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Pro...
- Makalah Masa'ilul Fiqhiyah-Transplantasi Jantung
- Makalah Ilmu Al-Qur'an
- DARI REFLEKSI KE REVOLUSI: Tentang Pemikiran Marx ...
- 1 dari berbagai cara jitu tangkap koruptor
- Soal Praktek Jenazah
- WRITE TO change the world
- Sex and Marriage in Islam
- Sajdah verses in the Qur'an
- PAPER AS A SOURCE OF LEARNING ENVIRONMENT
- Reading Method
- Achievement Motivation
- PAPER SCIENCE TEACHER EDUCATION EFFORTS ON IMPROVI...
- PAPER MANAGEMENT CLASS
- PAPER AS A SOURCE OF LEARNING ENVIRONMENT
- Grundrisse: sebuah pengantar singkat
-
▼
February
(68)
0 komentar:
Post a Comment