Oleh: KH. Abdurrahman Wahid*
Islam di banyak negri menampilkan wajah politik lebih banyak daripada wajah budayanya. Karena itu, penampilan Islam sebagai wadah kajian senantiasa berurusan dengan negara dan bukannya dengan bangsa. Ini adalah kenyataan sejarah yang tidak dapat dibantah oleh siapapun. Bahkan gerakan budaya (dalam hal ini pendidikan) yang bernama al-Ikhwan al-Muslimun, sebelum Perang Dunia ke-2 di Mesir yang dicetuskan oleh Hassan al-Banna (dihukum gantung karena gerakan itu) ‘dicuri’ orang dan pada ujungnya menjadi gerakan politik, adalah sebuah bukti dari kuatnya kecendrungan tersebut.
Dewasa ini gerakan tersebut sudah resmi menjadi gerakan politik, seperti terjadi di Jordania dan Saudi Arabia. Gamal al-Banna, adik terkecil dari Hasan mencoba membuktikan melalui serangkaian tulisan, bahwa organisasi tersebut adalah organisasi budaya. Tetapi sejauh ini, Gamal belum dapat menghilangkan gambaran bahwa perkumpulan tersebut sebagai sesuatu yang politis.
Sebenarnya, pandangan mayoritas kaum muslimin di seluruh dunia justru tidak menghendaki gagasan Islam politik. Kebanyakan mereka melihat Islam sebagai sesuatu yang bersifat budaya/kultural. Wacana ini dibuka oleh Nahdlatul Ulama (NU) yang didirikan tahun 1926. Pada tahun 1936 dalam muktamarnya di Banjarmasin (Borneo Selatan) dengan dihadiri sekitar enam ribu ulama, NU membuat dua keputusan yang sangat penting bagi masa depan Bangsa Indonesia. Para ulama NU dihadapkan pada pertanyaan: “wajibkah kaum muslimin di Hindia Belanda, mempertahankan kawasan tersebut yang dikuasai non-muslim?” Jawaban muktamar itu adalah: “kawasan itu wajib dipertahankan.” Ini diperkuat dengan refrensi dari Bughyah al-Mustarsyidin. Pertanyaan berikut adalah: “untuk melaksanakan syariat Islam, wajibkah didirikan sebuah Negara Islam?” Keputusan muktamar itu menyatakan: “tidak wajib.”
Kedua pendapat di atas sangat dipengaruhi kemunculannya oleh dua orang yang masih terikat dalam hubungan persaudaraan, yaitu H.O.S Tjokroaminoto dari kota Surabaya dan KH. M. Hasyim Asy’ari. Mereka masih bersaudara, walaupun yang satu tokoh Syarikat Islam (belakangan berkembang menjadi Partai Syarikat Islam Indonesia/ PSII), sedangkan yang satunya lagi adalah salah seorang pendiri NU. Bahkan ia kemudian diangkat menjadi Ra’is Akbar NU dengan temannya sesama santri KH. A. Mahfudz Dimyati dari Termas (Pacitan) dan Wakil Ra’is Akbar KH. Faqih Maskumambang dari daerah Dukun (Gresik). Kegigihan KH. M. Hasyim Asy’ari adalah membuat ‘terobosan’ dalam pemikiran kalangan tradisional di antara gerakan Islam yang berkembang di kawasan Hindia-Belanda.
H.O.S. Cokroaminoto dan KH. Hasyim Asy’ari masih merupakan keluarga, karena keduanya berasal dari keluarga keturunan Ki Ageng Basariah dari Sewulan ( +10 km selatan Madiun). Di lingkungan inilah lahir beberapa orang pemimpin gerakan Islam di negeri kita, seperti KH. A. Kahar Mudzakir dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah, KH. A. Wahid Hasjim dari NU di PP Tebu Ireng Jombang, Alm. KH. A. Wahab Chasbullah dan Abdul Munir Mulkan dari kalangan Muhammadiyah dewasa ini, dan lain-lain. Pada intinya, mereka selalu menyuarakan gerakan Islam sebagai gerakan budaya/ kultural.
Inilah yang membedakan mayoritas kaum muslimin di Indonesia, dari gerakan Islam di negeri-negeri lain. Tokoh-tokoh besar gerakan Islam di Indonesia masa lampau pun mengikuti pola budaya ini. Oleh sebab itu suara yang dibawakan NU lalu menjadi sesuatu yang sangat longgar penerapannya, karena selama ini banyak kalangan gerakan Islam di banyak negara seluruh dunia berwatak politis. Ditambah lagi mereka memiliki/ menguasai ‘media Islam’, dengan sendirinya pendapat mereka yang bersifat politis yang dianggap mewakili ‘pandangan Islam’ di negeri ini. Dengan demikian wacana gerakan Islam lebih banyak terlihat sebagai wacana politis.
Pendapat NU lalu diperlakukan sebagai pandangan kelompok minoritas. Ini terjadi karena misspersepsi/ pandangan yang dangkal sejumlah pengamat bahwa mayoritas gerakan Islam di Indonesia bersifat politis. Penyatuan antara negara dan Islam sebagai agama justru berkembang dari luar gerakan Islam negeri kita. Karena itulah kita tidak usah heran menyaksikan ketika Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia di tahun 1945, merumuskan syariat Islam dalam kehidupan bernegara, seperti tertuang dalam Piagam Jakarta. Baru setelah seorang beragama Kristen, yaitu A.A. Maramis dari Sulawesi Utara menyuarakan keberatannya, lalu Muh. Hatta keesokan harinya memimpin sidang perwakilan berbagai gerakan Islam (Ki Bagus Hadikusuma dan KH. A. Kahar Mudzakir dari Muhammadiyah, A. Rahman Baswedan dari Partai Arab Indonesia, Abikusno Tjokrosuyoso dari PSII, Ahmad Subarjo, KH. A. Wahid Has’jim dari NU dan H. Agus Salim sebagai tokoh independen) membuang tujuh kata dalam Piagam Jakarta tersebut.
Hampir seluruh dunia memandang gerakan Islam bersifat politik sebagai gerakan fundamentalis/radikal. Pandangan itu lalu menganggap pandangan budaya dari NU sebagai ‘moderat’. Penamaan serampangan seperti inilah yang lalu menciptakan kesan salah tentang gerakan Islam di seluruh dunia. Padahal kita juga melihat berbagai gerakan Islam seperti al-Qaidah yang dipimpin oleh Osama Bin Laden dari Afghanistan (bukankah lebih tepat Saudi Arabia?) dengan rasa was-was karena militasinya yang sangat tinggi. Juga lahirnya pendapat berbagai gerakan Islam, seperti Hizbut Tahrir di negeri kita, akan perlunya sistem pemerintahan berupa kekhalifahan, yang jelas-jelas merupakan pandangan politik yang bertentangan dengan UUD kita. Sulit rasanya untuk membenarkan gerakan-gerakan tersebut.
Tetapi misteri seperti inilah yang membuat buku yang ada di tangan pembaca ini, menjadi sesuatu yang menarik dan perlu ada. Jika beberapa waktu yang lalu Majalah Tempo bermotto “enak dibaca dan perlu”, bukankah pembahasan tentang perlunya Islam budaya dan Islam politik kita lakukan, juga demikian?
Jakarta, 1 Oktober 2007
Pemikiran Gusdur: Politik Lawan Budaya dalam Islam
Powered by Blogger.
Blog Archive
-
▼
2010
(215)
-
▼
February
(68)
- RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Meningkatka...
- RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Memahami ay...
- RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
- Standar Kompetensi Bahan Kajian Akidah Akhlaq
- Ruang Lingkup Pendidikan Aqidah Akhlaq
- Karakteristik Mata Pelajaran Aqidah dan Akhlaq
- Fungsi dan Tujuan Mata Pelajaran Akidah Akhlaq
- Pengertian Akidah Akhlaq
- Pendidikan Akidah Akhlaq di Madrasat Tsanawiyah (MTs)
- MAKALAH RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
- Surga dan Agama
- Pemikiran Gusdur: Sebuah Keputusan Dan Akibatnya
- Perbedaan dan Persamaan Budaya Kita
- Negara Hukum Ataukah Kekuasaan
- Lain Jaman, Lain Pendekatan
- Kyai Mutamakkin dan Perubahan Strategi NU Tahun la...
- Kekuasaan dan Hukum
- Pemikiran Gusdur: Kekerasan dan Budaya Islam
- Pemikiran Gusdur: Identitas Diri Di Masa Transisi
- Pemikiran Gusdur: Faham Kebangsaan NU
- Pemikiran Gusdur: Demokratisasi Hidup Bangsa
- Pemikiran Gusdur: Birokratisasi Gerakan Islam
- Pemikiran Gusdur: Bangsa Kita dan Pembiaran Kekerasan
- Pemikiran Gusdur: Argumentasi Rasional dan Irasional
- Pemikiran Gusdur: Antara NKRI dan Federalisme
- Pemikiran Gusdur: Ulil Dengan Liberalismenya (2)
- Pemikiran Gusdur: Semangat Kebangsaan Dan Pluralitas
- Pemikiran Gusdur: Politik Lawan Budaya dalam Islam
- Pemikiran Gusdur: NU, Nasionalisme, dan Politik
- Pemikiran Gusdur: Nasionalisme dan Politik Islam
- Pemikiran Gusdur: Lagi-lagi Pelanggaran Konstitusi
- Pemikiran Gusdur: Kepergian Setelah Mengabdi
- Pemikiran Gusdur: Kekuasaan dan Ekonomi Politik In...
- Pemikiran Gusdur: ‘Kebenaran’ dan Penolakan Atasnya
- Pemikiran Gusdur: Hakikat Kiai Kampung
- Pemikiran Gusdur: Faham Kebangsaan NU
- Pemikiran Gusdur: Cinta Konseptual dan Cinta Kongkret
- Pemikiran Gusdur: Benarkah Arafat Pemimpin Gerakan...
- Pemikiran Gusdur: Arti seorang Raja Tradisional
- Pemikiran Gusdur: Arab-Israel Perlu Bernegosiasi K...
- Pemikiran Gusdur: Akan Pecahkah NU?
- Tentang Pemikiran Marx Muda dan Marx Tua
- Peranan Kepemimpinan Kepala Sekolah
- Kompetensi Profesional
- Kriteria Profesional
- Syarat Guru Profesional
- Guru Profesional
- Pengertian Profesionalisme Guru
- Sifat-Sifat Kepemimpinan
- Tipe-Tipe Pemimpin
- Fungsi-Fungsi Kepemimpinan
- Mengenai Pengertian Kepemimpinan
- Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Pro...
- Makalah Masa'ilul Fiqhiyah-Transplantasi Jantung
- Makalah Ilmu Al-Qur'an
- DARI REFLEKSI KE REVOLUSI: Tentang Pemikiran Marx ...
- 1 dari berbagai cara jitu tangkap koruptor
- Soal Praktek Jenazah
- WRITE TO change the world
- Sex and Marriage in Islam
- Sajdah verses in the Qur'an
- PAPER AS A SOURCE OF LEARNING ENVIRONMENT
- Reading Method
- Achievement Motivation
- PAPER SCIENCE TEACHER EDUCATION EFFORTS ON IMPROVI...
- PAPER MANAGEMENT CLASS
- PAPER AS A SOURCE OF LEARNING ENVIRONMENT
- Grundrisse: sebuah pengantar singkat
-
▼
February
(68)
0 komentar:
Post a Comment