Perlu diketahui, bahwa sujud tilawah itu disunnahkan bagi yang membaca al-Qur’an, baik ia suci dengan berwudlu maupun tayammum, atau dilakukan di dalam shalat maupun tidak. Bahkan bagi yang mendengarkan dan memperhatikan bacaan tersebut disunnahkan juga untuk melakukan sujud tilawah tapi menurut Syafi’i yang mendengar saja tidak perlu sujud tilawah karena hal itu berbeda dengan yang mendengarkan bacaan dengan penuh perhatian.
Imam al-Haramain mengatakan: “ Yang hanya mendengar tidak perlu bersujud.” Tetapi tampaknya menurut al-Nawawi pendapat yang benar adalah pendapat yang pertama yakni, yang membaca al-Qur’an didalam shalat atau diluar shalat, yang mendengar sambil memperhatikannya, atau yang hanya mendengar tanpa memperhatikan dibacakannya ayat sajdah disunnahkan untuk sujud, baik pembaca al-Qur’an sujud atau tidak. Inilah pendapat yang shohi dan terkenal dikalangan pengikut Syafi’i. Pendapat ini pula yang dipegang oleh Abu Hanifah.
Menurut sebagian pengikut Syafi’i pendengar yang memperhatikan apa yang didengarnya tidak sunnat sujud ketika bacaan dari pembaca al-Qur’an yang kafir, anak kecil, yang berhadas (kecil) atau yang mabuk. Dan meneurut kelompok ulama salaf, pendengar tidak perlu sujud jika mendengar pembacaan al-Qur’an dari kaum hawa. Demikian dihikayatkan oleh Ibn al-Munzir dari Qatadah, Malik dan Ishak.
Dengan beberapa pandapat diatas maka penulis sepakat bahwa anjuran sujud tilawah ini lebih ditekankan kepada yang sedang membacakannya, adapun yang mendengarnya tidak disunnatkan kecuali jika memang ia mendengar dan memperhatikan dengan seksama dan orang yang mendengarkannyapun mengetahui bahwa ayat yang didengarnya adalah ayat sajdah, maka diapun disunnatkan untuk melakukan sujud tilawah. Tapi perlu ditegaskan disini, sunatnya pelaksanaan sujud tilawah hanya kepada orang-orang yang ikhlas dan sukarela melakukan sujud tilawah tanpa adanya paksaan untuk melaksanakannya.